,

Masjid Dan Pemberdayaan Ummat


إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. At-Tawbah: 18)

Ayat di atas adalah satu-satunya ayat yang menjelaskan tentang tujuan pembangunan masjid di dalam Al Qur’an. Yang menariknya, bahwa ayat tersebut terdapat dalam Surah At-Tawbah yang merupakan salah satu surah yang turun di akhir-akhir kehidupan Rasulullah. Hal ini menunjukkan sedikit anomali. Mengingat salah satu hal mula-mula yang dilakukan Rasulullah ketika beliau tiba di Madinah adalah membangun masjid, akan tetapi ayat yang berkenaan dengan tujuan pembangunan tersebut justru turun di akhir masa karasulan.

Ayat di atas menyebut masjid dengan kata “masaajidaLlah” yang artinya masjidnya Allah. Semua masjid adalah milik Allah, rumahnya Allah. Yang secara logika, jika Allah sebagai tuan rumahnya, maka yang berlaku pada tempat tersebut adalah aturan dari Allah. Dan rumah itu Allah beri nama masjid, yang artinya tempat bersujud, posisi dimana kepala diletakkan dan diturunkan sejajar dengan muka tanah. Secara gamblang, bahwa di masjid manusia harus merendahkan dirinya di hadapan Allah Yang Maha Perkasa.

Itulah sebabnya, shaf sholat tidak diatur berdasar strata sosial. Presiden dan petugas cleaning service punya hak yang sama untuk berada di shaf terdepan. Tak ada ruang untuk jumawa di dalam masjid. Baik yang terang-terang maupun yang terselubung. Imam sholat tak boleh jumawa atas banyak hafalannya atau pun merdu suaranya. Muballigh dan khotib tak boleh jumawa dengan luasnya ilmu dan keahlian retorikanya. Sekali-kali tidak dan jangan.

Selanjutnya, Allah menggunakan kata “ya’muru” yang salah satu maknanya adalah menghilangkan kekurangan atau kerusakan. Bentuk fi’il mudhori’ juga menunjukkan bahwa “ya’muru”, upaya menghilangkan kerusakan tersebut berlangsung terus menerus. Memperbaiki atap yang bocor itu ya’muru, mengganti ubin yang pecah adalah ya’muru, jadi bukan sekali membangun dan jadi, ya’muru adalah upaya perbaikan terus-menerus.

Dan tujuan utama dari pembangunan masjid adalah agar kaum muslimin mendirikan sholat dan membayar zakat.

Jika masjid dibangun untuk mendirikan sholat, kita bisa pahami. Akan tetapi jika masjid dibangun agar kaum muslimin bisa membayar zakat, apa korelasinya?

Masjid adalah tempat orang-orang terpilih. Dipilih oleh Allah untuk mendatangi rumahNya. Jamaah sholat adalah profil manusia terbaik. Maka jika Anda mencari seseorang untuk dipekerjakan, mulai dari satpam hingga rektor, masjid adalah tempat terbaik untuk mencari kandidatnya. Bukankah setiap selesai sholat kita mengucapkan salam dan doa kepada orang di kanan dan kiri kita? Maka sekarang luaskanlah manfaatnya dengan memberikan pekerjaan sesuai kualifikasinya atau berjejaring bisnis dengan mereka.

Yang perlu kita lakukan sekarang adalah tidak bersegera berbalik badan menuju pintu keluar masjid. Luangkan 5 sampai 10 menit. Sapa siapapun yang berada di kanan dan kiri Anda. Berta’aruflah dengan mereka. Insya Allah keberkahan itu akan hadir di dalamnya. Jika Anda bukan solusi bagi mereka, bisa jadi mereka solusi bagi masalah Anda. Jika 5 waktu sehari, 2 orang baru yang Anda kenal. Bisa Anda bayangkan luasnya jaringan yang Anda punya. Atau jika orang yang sama yang Anda jumpai berkali-kali, bisa Anda bayangkan betapa akrabnya. Hati menyatu.

Maka dari sini kita menjadi paham, mengapa salah satu tujuan pembangunan masjid adalah agar jamaahnya bisa membayar zakat.

Wallahu a’lam.


Previous

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *