,

Alat Peraga Peradaban


Dia adalah Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqofi, diplomat keempat yang dikirim oleh Quraisy untuk berunding dengan kaum muslimin di peristiwa Hudaibiyah. Pembesar Kota Tho’if, Kepala Suku Bani Tsaqif, seorang cendekiawan terpercaya dan besar pengaruhnya. Berpengalaman global dan diplomat yang ulung.

Setelah berbasa-basi, Urwah pun menyampaikan maksud tujuan sebenarnya. Dia berkata, “Ya Muhammad! Engkau telah mengumpulkan berbagai jenis manusia, kemudian engkau telah datang bersama mereka untuk memerangi keluargamu dan sukumu sendiri.”

Secara tak langsung Urwah mempertanyakan posisi Rasulullah. Aneh baginya, Muhammad menjadikan orang-orang asing sebagai sahabat, sedangkan menjadikan keluarga dan sukunya sendiri sebagai musuh yang diperangi.

“Sekarang orang-orang Quraisy telah bersiap sedia dan keluar dari Mekkah dengan membawa anak dan unta mereka. Mereka telah memakai jubah harimau untuk menyerang dan menerkammu. Mereka berjanji kepada tuhannya bahwa engkau tidak boleh masuk ke Mekkah dengan kekerasan selama-lamanya.”

Urwah melanjutkan, “Demi Allah, kemungkinan besar orang-orang yang engkau kumpulkan ini besok pagi akan meninggalkanmu dan menyerahkanmu kepada musuhmu yang tak lain adalah keluargamu sendiri.”

Ucapan Urwah ini adalah ucapan provokatif yang menyebutkan bahwa tak ada keuntungan apapun bagi Muhammad atas kekerasan yang akan terjadi. Jikalau pun Rasulullah memang, yang ia lukai dan kalahkan adalah keluarga dan suku beliau sendiri. Dari sini nampak betul kemampuan argumentasi dari Urwah dan betapa halusnya dia melakukan penghasutan.

Hasutan dan provokasi yang dilakukan Urwan kepada Rasulullah ini disambut oleh Abu Bakar dengan makian, “Umshush budhrul Latta!”. Umshush artinya hisaplah olehmu. Budhr artinya alat kelamin wanita. Latta adalah nama berhala Quraisy. Gabungan ketiganya adalah makian vulgar, yang tak terbayangkan bahwa itu diucapkan oleh shahabat, apalagi oleh Abu Bakar.

“Ya Muhammad, siapakah orang ini?”

“Ibn Abi Quhafah.” Rasulullah menjawab.

“Demi Allah, jika tidak ada budi baik yang ada padamu atasku, maka pastilah aku membalasnya.”

Waktu terus berjalan, percakapan terus berlangsung, hingga tiba waktu Urwah untuk kembali.

Di depan orang-orang yang telah mengutusnya, Urwah berkata, “Wahai pembesar Quraisy, Aku pernah mendatangi Kisra (Raja Persia), Kaisar Romawi Timur (Raja Konstantinopel) dan Raja Najasyi (Raja Habsyi) di kerajaannya. Tetapi, Demi Allah aku belum pernah melihat seseorang yang dimuliakan dan dihormati oleh kaum dan rakyatnya seperti muhammad di tengah shahabatnya.”

“Aku peringatkan kalian, jika kalian menginginkan pedang, sungguh mereka akan memberikannya kalian. Aku telah menyaksikan sekelompok orang yang tidak mempedulikan apa yang akan terjadi kepada diri mereka, jika ada yang menyakiti orang yang dicintainya (Muhammad). Bahkan para wanita di antara mereka tidak akan membiarkan kalian menyakitinya.”


Lihatlah! Apa yang sebenarnya telah terjadi. Orang yang datang dengan kebencian dan provokasi, kembali dengan membawa kekaguman dan pembelaan. Cacian dari Abu Bakar dan insiden dengan Mughiroh bin Syu’bah tak mengurangi kekagumannya setelah beberapa jam bersama nabi dan mengamati para shahabat.

Tak dapat dipungkiri bahwa “kalaamul haal afshohu min kalaamil lisaan“, perbuatan itu bercerita lebih fasih dibandingkan dengan kata-kata.

Sejauh dan sedalam apapun kita mendeskripsikan akhlaq Islam, akan buyar oleh pertanyaan mana buktinya. Selebar dan seluas apapun kita menjelaskan peradaban Islam, akan rubuh oleh pertanyaan mana peragaannya.

Sebaliknya, jika pada pribadi, keluarga atau bahkan komunitas terperagakan nilai-nilai peradaban Islam, tak perlu berbusa-busa mulut mendakwahkannya, cukup dengan berkata lihat sendiri buktinya.

Khabib Nurmagomedov pernah berkata, “Kita tidak mungkin memaksa orang-orang kafir membaca lembaran Al Qur’an, tapi yang paling mungkin adalah membuat mereka membaca Al Qur’an yang terperagakan dalam akhlak kita.”


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *