,

Masalah


قَالَتِ ٱلْأَعْرَابُ ءَامَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا۟ وَلَٰكِن قُولُوٓا۟ أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ ٱلْإِيمَٰنُ فِى قُلُوبِكُمْ

Orang-orang Arab Badwi itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘Kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; (QS. Al-Hujurat: 14)

Ayat di atas menjelaskan bahwa keislaman dan keimanan adalah dua hal yang berbeda. Seseorang yang berislam tidak serta merta beriman. Butuh ilmu dan amal untuk mencapainya. Perlu perjuangan untuk membuktikannya. Harus ada kesabaran, karena prosesnya gradual, tidak seketika.

Rasulullah pun menanamkan iman ke dalam hati sahahat dengan bertahap, demikian juga dengan pembebanan syariat (taklif). Pengharaman khamr tidak seketika. Puasa wajib menunggu 14 tahun masa dakwah untuk disyariatkan. Dakwah terbuka dan perintah jihad juga tak turun di masa-masa awal kenabian. Ada iman yang harus dibangun, sebagai pondasi bagi terlaksana amal dengan sempurna.

Dalam fase peneguhan iman pada diri sahabat inilah terdapat dua peristiwa yang menunjukkan bahwa bertambahnya iman, akan menghasilkan respon yang berbeda dalam menghadapi sebuah masalah atau ujian.

Peristiwa pertama adalah Perang Badar. 315 muslimin berangkat bersama Rasulullah untuk menghadang kafilah dagang pimpinan Abu Sufyan yang berkekuatan 40 orang. Rasulullah memerintahkan untuk berangkat segera, bahkan tanpa pengumuman kalau mereka akan melakukan penyergapan, khawatir akan ada orang munafik yang membocorkannya. Sehingga sahabat berangkat dengan persenjataan seadanya, senjata yang biasa dibawa musafir waktu itu. Tak ada yang memakai baju zirah atau anak panah berlebih.

Singkat cerita, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, ternyata Abu Sufyan mengetahui upaya penyergapan tersebut. Dia merubah jalur perjalanannya seraya mengirim pemberitahuan ke Mekkah agar mengirim pasukan untuk mengawalnya.

Sebagai respon, Mekkah mengirim 1000 pasukan perang dengan kuda terbaik dan bersenjata lengkap. Tak main-main, pasukan itu dipimpin oleh bangsawan-bangsawan paling terhormat di Mekkah, Abu Jahal dan Umayyah bin Kholaf.

Hingga akhirnya, kaum muslimin mengetahui bahwa Abu Sufyan dan kafilahnya tak mungkin lagi dikejar dan sebagai gantinya, yang mereka tuju untuk dihadapi adalah 1000 pasukan kavaleri bersenjata lengkap. Kaum muslimin dihadapkan pada dua pilihan, maju berperang atau mundur ke belakang.

Rasulullah dalam musyawarah dengan para sahabat mengutarakan keinginannya untuk berperang, akan tetapi dengan berbagai alasan sahabat menolak keinginan Rasulullah. Penolakan itu diabadikan oleh Allah:

يُجَٰدِلُونَكَ فِى ٱلْحَقِّ بَعْدَمَا تَبَيَّنَ كَأَنَّمَا يُسَاقُونَ إِلَى ٱلْمَوْتِ وَهُمْ يَنظُرُونَ

Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (QS. Al-Anfal: 6)

Ya, sebagian para sahabat membantah apa yang diucapkan Rasulullah. Sebagian para sahabat mendebat Rasulullah.

Peristiwa kedua adalah Perang Ahzab. 2500 muslimin menghadapi 10.000 pasukan koalisi dari Quraisy, Bani Ghothofan dan Bani Nadhir. Ditambah lagi 2000 pasukan Bani Quroidhoh, yang tadinya menjadi sekutu kaum muslimin, tiba-tiba berkhianat dan berpihak pada pasukan Ahzab.

Secara perbandingan kuantitas, Perang Ahzab lebih mengerikan dibanding Perang Badar. Secara kondisi psikologis, Perang Ahzab lebih menakutkan dibanding Perang Badar. Allah menggambarkan keadaan kaum muslimin waktu itu:

إِذْ جَآءُوكُم مِّن فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ ٱلْأَبْصَٰرُ وَبَلَغَتِ ٱلْقُلُوبُ ٱلْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِٱللَّهِ ٱلظُّنُونَا۠

(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. (QS. Al-Ahzab: 10)

Masya Allah, luar biasa! Bahkan Allah menyebutkan bahwa kala itu hati kaum muslimin diguncangkan dengan guncangan yang sangat dahsyat. Tidaklah muslimin bertemu satu dengan yang lainnya kecuali mereka saling bertanya sudah sampai dimanakah Pasukan Ahzab sekarang.

Akan tetapi ketika satu per satu pasukan Ahzab bermunculan dari siluet-siluet bukit pasir, mereka saling berhadap-hadapan hanya dipisahkan oleh khodaq (parit) maka ucapan orang-orang yang telah tertancap keimanan di dada mereka sungguh menakjubkan.

وَلَمَّا رَءَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلْأَحْزَابَ قَالُوا۟ هَٰذَا مَا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَصَدَقَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ ۚ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّآ إِيمَٰنًا وَتَسْلِيمًا

Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. (QS. Al-Ahzab: 22)

Allahu Akbar!

Dari kedua peristiwa besar di atas kita bisa mengambil pelajaran. Bahwa besar kecilnya ujian dan cobaan bukanlah masalah. Justru yang menjadi masalah adalah ada tidaknya iman di dalam jiwa. Kuat lemahnya iman di dalam dada. Sebesar apapun masalah, akan menjadi kecil di hadapan teguhnya iman. Sebaliknya, jangankan musibah, bahkan nikmat sekalipun akan jadi sumber masalah, di hadapan kerdilnya iman.

Wallahu a’lam.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *