Rasulullah dan sahabat hanya punya waktu kurang dari 10 hari untuk menggali khondaq (parit) sebelum kedatangan Pasukan Ahzab. Waktu yang sangat singkat. Bersebab itulah Beliau memerintahkan kepada semua laki-laki di Madinah untuk turut serta menggali parit sepanjang 2 km tersebut.
Di sisi yang lain, turunnya semua laki-laki di medan khondaq membuat RasuluLlah khawatir pada anak-anak dan perempuan yang tinggal sendiri di rumah. Beliau khawatir anak-anak dan perempuan tersebut akan diserang oleh Bani Quroidhoh (Yahudi), yang dicurigai akan berkhianat. Maka beliau memerintahkan semua yang tidak turut menggali parit untuk berlindung di Fari’, sebuah benteng pertahanan yang dimiliki Bani Haritsah.
Semua anak-anak dan perempuan masuk ke Fari’. Ada 2 laki-laki tua yang buta yang juga masuk berlindung. Namun ada 1 laki-laki, 60an tahun, sehat wal afiat. Yang diizinkan Rasulullah untuk juga berlindung di Fari’.
Di adalah Hassan bin Tsabit. Dikenal sebagai penyairnya Rasulullah. Seorang laki-laki yang jangankan berperang, memegang pedang saja ia sudah gemetar. Rasulullah tahu, sahabat pun tahu. Tak ada hardikan keras kepadanya. Tak ada caci maki kasar kepadanya.
Tapi dialah Hassan bin Tsabit, satu-satunya sahabat yang punya mimbar sendiri untuk membaca syair-syairnya.
Tapi dialah Hassan bin Tsabit yang ketika Quraisy menulis syair yang menghina Rasulullah, maka Rasulullah berkata kepadanya, “Ya Hassan berdirilah dan bela aku dengan syairmu dan Jibril akan bersamamu.”
Setiap manusia punya kelebihan sekaligus kekurangan. Kelebihan itu dimanfaatkan sedangkan kekurangan, ada yang tak harus diperbaiki, tapi cukup disadari dan dimaklumi.
Hassan bin Tsabit tak mungkin menempati posisi Sa’ad bin Abi Waqqash dalam peperangan. Sebaliknya Sa’ad juga mustahil menggantikan Hassan sebagai penyair. Memaksakan keduanya bertukar tempat adalah sebuah kedholiman.
Pendek kata, tempatkan seseorang pada tempatnya, sesuai keahliannya, sesuai kapasitasnya.
Leave a Reply